Negeri air mata


Aku berdiri menatap langit kala sore hari menyapa

merah merona lalu perlahan memudar menghitam potret  indah negeri berubah jadi haru air mata
disudut-sudut negeri terdengar tangisan kaum terpinggirkan

Mereka terdampar sepi di lembah kemiskinan
mereka terkurung ruang ketidakadilan
mereka terbelit berbagai kesulitan

mereka hanya berharap suatu saat nanti ada uluran tangan dari sang dermawan
Kemana elit-elit negeri ini saat air mata terus mengahantui
apakah gaji dan tunjangan mereka tidak dapat membantu kaum yang miskin ini?
segala uang rakyat sampai dirampok untuk memuaskan nafsu birahi

apa kalian pikir uang yang kalian rampok bisa untuk menyogok tuhan agar kalian bisa masuk surga nanti? 
seperti kebiasaan kalian di dunia yang fana ini
kalian hanya sibuk berkoalisi, konglomerasi, kalian jadikan mereka budak kekuasaan,
seakan ingin membuat mereka mati berdiri?

Kemerdekaan negeri ini ialah ilusi semata
kemerdekaan yang hanya dirasakan kaum-kaum berdasi
sekarang negeri ini dijajah pribumi sendiri
dimana letak sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia?
dimana letak sila kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia?

mungkin lebih tepat jika sila itu berbunyi keadilan sosial bagi kaum berdasi
dan kesejahteraan bagi kaum berdasi

Lihatlah!

Wahai kalian bajingan-bajingan berdasi yang sudah termakan nafsu birahi
sudikah kalian melihat raut-raut wajah kaum miskin ini
yang sorot matanya menatap ruang kekosongan
meratapi air mata yang mungkin sudah tidak berarti lagi

Melihat kepedihan ada di antero negeri
tapi, mereka tetap bertahan karena cinta pada negeri 
cinta pada indonesia yang disertai air mata
yang nyatanya indonesia tidak mencintai mereka
seperti ikhlasnya mereka mencintai indonesia

Andai kekayaan tak hanya diukur dari seberapa banyak kita miliki
tapi dari seberapa banyak kita memberi dan berbagi
mungkin beberapa orang tidak perlu tidur dengan perut lapar
malam ini.

Ah sungguh mengenaskannya nasib warga negeri ini...



                                                                                    Purwokerto 22 november 2018



0 Comments:

Posting Komentar